Selasa, 13 Maret 2012

#15 I Heart You Manyunku

Part 15


---


Rafael akhirnya menemukan Ika di pinggiran panggung. Bersama Rheyna, Mizanti, dan Dicky mereka sedang berbincang seru dengan Alex and the band. Wkwkw..
            Ika hari itu terlihat sangat manis. Ia mengenakan sackdress berwarna puih, dengan sedikit bordiran di bagian atasnya. Rambutnya ditata sedikit bergelombang dan sederhana dengan jepit kecil di sebelah kanan.
            Rafael memantapkan langkah. Sedetik kemudian ragu. Apa Ika mau menerimanya? Apa Ika mau mendengarkan apa yang hendak dikatakannya? Sekali lagi, ada gemuruh kecil dalam hati Rafael. Ia mulai gelisah. Akan tetapi, setelah mengingat persitiwa di rumah Vita waktu itu, Rafael merasa tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang di berikan Tuhan ini. Ia harus mengatakannya. Sekarang juga, atau tidak sama sekali. Rafael mengambil napas panjang. Memantapkan hati, lali berjalan lurus ke arah Ika.

            “Mm.. Aku udah punya pacar.” Rafael membuka pembicaraan, setelah mereka berdua sampai di sebuah ayunan besar yang terletak di sudut sebelah kiri taman belakan rumah Vita kemarin dulu.
            Vita memicingkan matanya. Apa? Apa ia nggak salah denger?
            “Ya, Vit.” Jawab Rafael, seakan tau pertanyaan di hati Vita. “Aku punya pacar. Mm.. Paling nggak, aku udah punya cewek yang aku sayang.” Jelas Rafael lagia.
            Deg... Jantung Vita seakan berhenti mendadak. Apa? Rafael.. Rafael.. Udah punya pacar? Jadi, selama ini hany bertepuk sebelah tangan? Membangun harapan tinggi yang ternyata tak kesampaian? Vita sedikit kehilangan keseimbangannya.
            “Sori, Vit. Mungkin seharusnya aku cerita sama kamu lebih awal. Jujur, aku sendiri nggak tau perasaan aku.”
            “Sampai akhirnya kamu sadar kalau kamu sayang sama cewek itu?” sela Vita.
            Rafael mengangguk.
            “Priyanka ya, Rafa?”
            “Bisma pernah cerita sama aku. Waktu chatting. Itu udah lama banget. Aku nggak nyangka kalo akhirnya kamu sayang juga sama dia. Selama ini, aku pikir...” Vita segera memejamkan matanya sebelum air matanya sempat keluar.
            “Sori, Vit. Jujur, aku juga sempet bingung sama perasaanku. Aku akui, Vit, kamu penah ada di hati aku. Bahkan sangat berani bagiku. Waktu kamu balik ke sini secara mendadak, aku sadar kalo dalam hati aku juga kangen sama kamu.”
            Vita tersenyum mendengar pengakuan Rafael. Mencoba tulus, walau dalam hati ia merasakan sakit. Sakit yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Tentunya sebelum hari ini.
            “Akhirnya aku sadar. Kamu memang pernah ada di hati aku. Seperti yang aku bilang sam kamu, dulu aku pernah sayang sama kamu. Sekrang udah ada orang lain yang mengambil sebagian besar hatiku. Bahkan mungkin, tanpa aku sadari, dia sudah mengambil seluruh hati aku.”
           
            “Jadi?” tanya Vita pendek. ._. dalam hati ia sudah tau ke mana semua ini akan berakhir. Ia berusaha menguatkan dirinya, mencoba tegar untuk mendengar sesuatu yang sesungguhnya paling tidak mau ia dengar.
            “Jadi, di sini.” Kata rafael sambil menunjuk ‘hati’nya. “Nggak ada tempat lagi buat orang lain. Semuanya Cuma buat dia. Dia udah mencuri telak seluruh hatiku.” Jawab Rafael pada akhirnya.
            Sekali lagi Vita kehilangan keseimbangannya, tapi ia bertekad untuk tegar. Sekali lagi ia menghapus air matanya sebelum sempat keluar. Menarik napas panjang, sangat panjang, lalu tersenyum. Tulus.
            “Hggak papa. Aku udah siap buat kemungkinan terburuk kok.” Jawab Vita. “Jadi, nggak ada acara nonton nih?” tanya Vita lagi. Tersenyum manis.
           
            “Sori ya, Vit. Lain kali, kalo kamu nanti balik ke sini lagi, aku pasti traktir kamu nonton.” Jawab Rafael, juga tersenyum.
            “Oke. Aku tunggu ya! Saat itu kamu harus udah ngenalin aku sama Priyanka, cewek yang bisa ngerebut kamu dari aku itu.” Vita lagi-lagi tersenyum.
            “Sippp! Pasti! Aku pasti ngenalin kamu sama dia. Thanks ya, Vit!”
            “Ya, udah. Sana kamu pulang! Masa udah punya pacar, tapi ngapelnya kke rumah cewek lain sih? Sana, nanti Priyanka marah loh.”
            Rafael seperti baru saja tersadarkan. Masalahnya belum sepenuhnya selesai. Rafael menghela napas. Paling tidak, satu masalah sudah clear, pikirnya.
            “Wish me luck, ya, Vit. Aku pulang dulu.”
            Vita mengangguk.
            “Bye”
            “Bye..”
---
“Nanti main yang bener loh, Alex! Awas kalo kamu malu-maluin aku.” Ancam Ika pada kakaknya.
            “Yeee.. Yang main kan aku? Kok yang malu kamu sih?” protes Alex.
            “Ya, kalo kamu mainnya jelek, kan aku jadi kena imbasnya. Masa kakaknya Priyanka yang cantik nan imut ini main gitarnya jelek sih?”
            “Hahaha.. Dasar narsis!”
            Mereka semua tertawa.
            “Alex, dah mau tampil?” Devina tiba-tiba muncul di sebelah Alex, membawa segelas coca-cola, lalu memberikan pada cowok itu.
            Vina hari ini terlihat anggun mengenakan sackcdress berwarna hitam, yang serasi dengan kaos hitam berlengan milik Alex. Rambut poanjangnya dikucir dan dinaikkan ke samping dengan elegan.
            “Yup! Kamu harus liat ya, Say! Biar aku tambah semangat!” seru Alex pada Vina.
            “Tuh, kan? Pokoknya kamu harus main yang bagus, yang keren. Kan ada aku sama Vina. Jadi, harus buat kita bangga dong!” kata Ika.
            “Dasar!” kata Alex sambil tempeleng pelan kepala adiknya itu.
            Vina hanya tersenyum melihat tingkah kakak-beradik itu.
            “Ika, ada yang nyari kamu tuh!” panggil Rhayna. Wajahnya menyiratkan senyum misterius.
            “Siapa?” tanya Ika heran.
            “Liat aja sendiri. Tuh, orangnya dateng.” Ika menoleh. Mengikuti arah pandangan Rheyna.
            “Rafaek?” ujar Ika pelan, setelah cowok yang disebutkan Rheyna itu sampai di hadapannya.
            “Bisa ngomong sebentar?”
            Ika mengangguk.
            Rafael menggangengnya keluar ballroom.
---
Mereka berdua berhenti di tepi kolam renang. Berhadapan. Jantung Ika berdebar-debar. Tak tau harus berbuat apa. Hening. Hanya terdengar suara angin, yang berembus membelai lembut wajahnya.
            “Ika..” Rafael memulai percakapan, setelah hening yang cukup lama.
            Ika hanya menanggapinya dengan sebuah tatapan. Lembut.
            Jujur, Ika sudah lama merindukan saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana ia hanya berdua dengan Rafael. Saat-saat di mana ia dapat menatap jelas wajah Rafael, wajah yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya.
            Rafael terlihat keren malam ini. Ia mengenakan kemeja warna merah keunguan, yang dua kancing teratasnya dibuka, dipadukan dengan setelan jas berwarna hitam. Rambut jabriknya di-gel dengan tatanan seperti biasa. Entah mengapa, ada yang membuatnya tampil sedikit beda kali ini. Jantung Ika kembali berdegup kencang.
            “Aku sayang kamu.” Kata Rafael tiba-tiba.
            Apa? Apaa ia nggak salah denger? Rafael? Sayang dia? Nggak mungkin, batin Ika.
            “Ya. Aku sayang kamu.” Ulangnya.
            Ika menatapnya dengan heran. “Vita kamu ke mana?”
            Rafael tersenyum. “Nggak aku kemana-kemanain.”
            Ika kembali menatapnya heran. Rafael lagi-lagi tersenyum.
            “Ika.. Waktu itu kamu minta aku jujur sama kamu, kan?”
            Ika mengangguk.
            “Sekarang, aku mau cerita satu rahasia besar yang akhir-akhir ini aku simpen sendiri di hati aku.” Jawab Rafael. “Kamu tau?” lanjutnya. “Cewek bernama Vita pernah ada di hati aku. Dia juga pernah membuat hari-hariku terasa bahagia.”
            Hati Ika kembali miris. Mengapa? Mengapa di saat seperti ini pun ia diharuskan mendengar pernyataan menyakitkan seperti ini?
            “Aku nggak pernah bayangin kau bisa hidup bahagia tanpa dia.” Rafael terus saja berkata-kata. Tatapannya lurus ke arah Ika, seakan dapat menembus keindahan bola mata bening milik Ika.
            “Waktu dia akhirnya ninggalin aku, aku seperti merasa kehilangan separo hidupku. Separo. Aku bener-bener nggak tau harus ngapain waktu itu. Aku pikir, nggak akan pernah ada cewek lain yang bisa menggantikan Vita di hati aku.”
            Luka di hati Ika yang mulai menutup seperti dibuka kembali. Apa Rafael membawanya ke tempat ini hanya untuk mengakui betapa ia mencintai Vita? Mata Ika mulai berkaca-kaca.
            “Kamu tau Ika? Ternyata aku salah.” Kata Rafael lagi. “Vita bukan segalanya buat aku. Akhirnya aku sadar ada cewek lain, yang mungkkin tanpa aku sadari sejak awal sudah membawa seluruh hatiku. Seluruhnya. Bukan lagi hanya separo. Cewek ini sudah mencuri separo bagian Vita di hati aku, begitu juga sisanya. Cewek ini memonipoli semuanya. Serakah, kan?” Rafael tertawa.
            Apa maksud Rafael??
            “Kamu mau tau siapa cewek serakah itu, Ika?”
            Ika berpikir sejenak, lali ,enjawabnya dengan ragu.
            “Aku?”
            “Tepat sekali!” Rafael menjentikkan jari. “Cewek itu memang kamu, Ika!”
            “Tapi.. Tapi, waktu itu.. mm .. Bukannya kamu sudah milih Vita daripada aku?”
            Rafael diam sejenak. “Mm.. Sori. Waktu itu aku emang masih bingung. Aku sendiri nggak tau perasaanku. Sori, nggak seharusnya aku nyakitin hati kamu. Hati yang seharusnya aku jaga dengan baik.” Rafael menyentuh pipi Ika.
            “Akhir-akhir ini aku udah coba belajar ngerti perasaanku sendiri. Seperti kata Rangga, semua masalah ini bersumber dari hati. Hatiku sendiri. Kepada siapa sebenernya hatiku ngasih rasa sayangnya. Akhirnya, ya seperti sekarang. Aku jadi sadar, aku memang nggak bisa kalo nggak ada kamu. Aku butuh kamu banget karena hatiku suddah memilih kamu. Aku sayang kamu, Ika. Bener-bener sayang.” Kata Rafael lagi. Ada ketulusan dan kejujuran yang terpancar dari tatapannya.
            “Tapi, Raf. Aku..” Ika terlihat ragu.
            “Mm.. Aku nggak papa kok kalo mungkin kamu masih ragu sama aku. Aku ngerti aku emang salah. Mm.. aku nggak berharap banyak dari ini kok, Ika. Aku Cuma berusaha jujur sama diri aku aja. Seperti yang kamu minta, aku belajar jujur. Ya, pelajaran pertamanya sih, jujur sama perasaan diri sendiri.” Rafael tersenyum, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
            Hati Ika berkecamuk. Bertentangan dengan logika yang ia miliki. Di satu pihak, logikanya mengatakan bahwa Ika perlu bukti atas semua ucapan Rafael. Nggak sepatutnya ia percaya begitu saja pada Rafael. Apalagi setelah apa yang dilakukan cowok ini. Di lain pihak, hatinya juga tak bisa mengingkari bahwa ia masih sangat menyayangi Rafael. Bahkan mencintainya. Di sudut hatinya, ia masih merindukan kebersamaannya dengan Rafael. Kata-kata Rafael barusan seakan menutup alam mimpinya dan membuka pintu kenyataan semua harapannya selama ini. Apa yang harus ia lakukan?
            “Kenapa sih, Raf, kamu nggak jujur sama aku?” Ika teriangat ucapan yang ditujujannya pada rafael waktu itu.
            Ya. Ika sudah mendapat jawabannya. Ia mengambil napas. Membulatkan tekad.
            “Aku.. Aku sayang sama kamu, Raf.” Ujar Ika, sambil menyentuh tangan Rafael.
            “Apa? Kamu apa, Ika? Kamu sayang sama aku? Kamu mau nereima aku?” Rafael terlihat agak histeris.
            “Kok kamu jadi nggak romantis gini sih? Dasar..” protes Ika.
            Rafael tertawa.
            “Aku nggak nyangka, kamu mau maafin aku. Thanks God.... Aku bener-bener sayang kamu, Ika. Aku janji, aku nggak bakal nyakitin hati kamu lagi. Aku bakal cerita semuanya ke kamu, nggak ada rahasia-rahasiaan lagi.”
            Ika tersenyum. Hampir saja air matanya menetes.
            “Di sini.” Rafael memegang tangan Ika, lalu mengarahkannya ke ‘hati’nya. “Kamu yang utama. Kamu segalanya.”
            Mau tak mau, air mata Ika mengalir. Rafael menghapusnya dengan lembut.
            “Kok nangis sih? Dasar cengeng!”
            Ika cemberut.
            “Yaa.. Ya. Nggak papa kok kalo mau nangis.” Rafael mendekatkan tubuh Ika ke tubuhnya. “Tapi, harus di pelukanku, ya.”
            Ika jadi tersenyum. “Aku cinta kamu, Raf.” Bisiknya.
            “Seperti yang udah kamu tau, aku lebih dari itu.”
            Rafael kemudian mendekatkan wajah Ika ke arah wajahnya. Ika memejamkan kedua matanya, seakan menyerahkan diri sepenuhnya pada Rafael.
            Rafael mencium Ika. Ciuman yang hangat, lembut, dan tulus. Membuat tubuh Ika seakan terbang melayang ke awang-awang.
            Di tengah keheningan malam, disaksikan oleh bulan dan bintang, cinta mereka kembali bertaut. Tak lagi memandang masa lalu, tak lagi mengingat luka. Mereka hanya sepasang laki-laki dan perempuan yang mencoba jujur pada perasaan mereka sendiri.
            “Raf, kamu bener nggak akan nyakitin aku lagi, kan?” tanya Ia pelan.
            Rafael menggeleng.
            “Thanks ya, Raf.” Ika menenggelamkan tubuh mungilnya ke pelukan Rafael.
            Ia bahagia. Sangat bahagia. Akhirnya ia bisa juga berkata jujur. Pertanyaan yang dulu ditijukannya untuk Rafael, sekarang ia tujukan untuk dirinya sendiri. Bahwa ia juga harus bersikap jujur. Mungkin pelajaran pertama kejujuran addalah jujur pada perasaan diri sendiri.
            Mereka berpelukan lama sekali.
---
“Non, Vita, kok nggak jadi turun?”
            “Mm.. Nggak deh.” Jawab Vita, sambil menghapus air matanya yang sudah mnetes lebih dulu.
            “Kita pulang aja.” Perintah Vita. Pandangannya masih ke arah pasangan manis yang baru saja berjalan masuk ke ballroom. Priyanka dan Rafael. Mereka terlihat bahagia. Vita tak dapat menahan tetesan air mata berikutnya.
            “Baik, non.” Sang sopir kemudian menjalankan mobilnya..
            Lagu Iwan Fals berjudul Izinkan Aku Menyayangimu mengiringi perjalanan mereka.

            Andaik kauizinkan.. Walau sekejap memandang..
            Kubuktikan kepadamu.. Aku emiliki rasa..
            Cinta yang ku pendam.. Tak sempat aku nyatakan..
            Karena kau tla memilih.. Menutup pintu hatimu...

            Seandainya.. Seandainya dua tahun lalu, Vita menjawab pertanyaan Rafael, mungkin sekarang tak akan ada kejadian seperti ini. Mungkin cintanya tidak akan bertepuk sebelah tangan seperti ini. Mungkin juga mereka berdua menjadi pasangan paling bahagia. Semuanya sudah terlambat. Terlambat untuk menyesali keadaan ini. Rafael sudah menemukan sosok gadis lain yang lebih bisa membahagiakannya. Vita tak bisa mengubah apa pun. Menangis juga tak akan bisa mengembalikan Rafael kepadanya.

            Bila cinta tak menyatukan kita..
            Bila kita tak mungkin bersama..
            Izinkan aku tetap menyayangimu..

            Vita menyeka sisa air mata di wajahnya.
            “Aku harap kamu bahagia, Rafa.” Bisiknya pelan.
---
“Lo nggak papa kalo Ika balik sama Rafael?”
            “Ng?” cowok di sebelah Michel seperti tak mengerti.
            “Apa lo nggak cemburu kalo nanti Ika balik jadian lagi sama Rafael?” ujar Michel memperjelas ucapannya.
            Dicku menaikkan alis. “Ngapain gue harus cemburu?”
            Michel mengedikkan bahu. “Ya, nggak tau. Mungkin aja lo masih suka sama Ika.”
            Dicky tertawa lebar.
            “Heh? Kenapa lo ketawa sih? Gue kan nanyanya serius.” Omel Michel.
            “Jadi, lo nggak percaya sama gue nih?”
“Mm.. Maksud lo?” Michel balik nanya.
            “Michel. Michel. Gue kan udah bilang sama lo, gue mau ngelupain Ika.” Dicky menyelipkan beberapa rambut yang keluar ke telinga Michel.
            “Itu karena gue udah punya lo. Gue yakin kok, gue bakal seratus kali lebih bahagia kalo sama lo. Percaya deh.”
            Michel tersenyum.
            “Bener? Lo nggak Cuma ngegombal kan?”
            “Ya, iya lah. Perlu bukti nih?” tanya Dicky sambil tersenyum nakal,
            “Mm... Boleh.. Emang, bukti apaan?”
            Sebelum Michel sempat berpikir tentang bukti yang akan diberikan Dicky untuknya, Dicky udah mendekatkan wajahnya ke wajah Michel. Bibirnya lalu mendekat ke bibir Michel. Jarak di antara mereka hanya satu sentimeter. Jantung Michel berdegup kencang. Apa.. Apaa..
            Tiga detik kemudian, Dicky mengecup kening Michel cepat, sebelum gadis itu sempat menyadarinya. Cepat, tapi terasa lembut. Dicky kemudian mengacak pelan rambut Michel, tanpa membuat tatanannya rusak.
            “Sekarang, buktinya kayak gitu dulu deh! Nanti, bukti lainnya nyusul.” Kata Dicky, sambil tersenyum nakal. Wkwkw..
            Michel hampir mati kaget tadi ikut tersenyum, sambil melepas keterkejutannya karena kejadian yang mendadak di tempat umum ituu.
            “Dasar!” Michel cemberut.
            “Yee.. Kok ngambek sih? Pacar gue nggak boleh ngambekan.” Kata Dicky, sambil mencubit pipi Michel. Menyentuh lembut bibirnya, hingga membentuk sebuah senyuman.
            “Siapa yang mau jadi pacar lo?” Michel tak mau kalah.
            “Hahaha.. Ya udah kalo nggak mau, gue balik sama Ika aja deh!”
            “Lo, Ika kan udah sama Rafael?”
            “Hahaha.. Jealous nih?? Hahaha.. Sini!!” Dicky menarik Michel ke dalam pelukannya.
            “Aku sayang kamu, kok.” Bisik Dicky pelan. Begitu dekat sehingga Michel dapat merasakan embusan napas Dicky di telinganya.
            “Kok, pake aku-kamu sih?” tanya Michel heran.
            “Yee.. Gimana sih? Kan biar keliatan romantis.”
            “Hahaha.. Ya, udah deh, nggak papa. Aku juga sayang kamu”
---
“Eh, Ika dateng tuh.” Panggil Rheyna.
            “Mana, mana?” Michel dan Dicky menoleh bersamaan.
            Di pintu masuk ballroom, Ika terlihat menggamit lengan Rafael dengan tatapan bahagia. Menoleh ke kanan dan kiri sebentar, lalu setelah pandangannya beradu dengan pandangan kedua temannya-plus Dicky-ia tersenyum.
            “Ke sana yuk! Anak-anak udah nunggu tuh.” Ajak Ika pada Rafael, cowok yang sekarang udah jadi pacarnya.
            Rafael mengangguk.
            “Yee.. Baru jadian nih.” Goda Rheyna, setelah Ika sampau ke tempat mereka berdiri. Tentunya dengan bisikkan, sehingga hanya dapat terdengar oleh mereka bertiga saja.
            “Ya, lama banget lo di luar! Sampe semutan kita nunggunya.” Michel turut protes.
             “Yee.. Boong, Ika! Si Michel sama aja, dia malah asik peluk-pelukan sama Dicky! sial! Aku jadi kayak obat nyamuk sendirian gara-gara nungguin Biii..” Rheyna menghentikan kata-katanya.
            “Bi apa ya?? Siapa tuh?? Kok nggak cerita-cerita sih??” goda Ika.
            “Eee.. Kasih tau nggak yaa??” kata Rheyna balik menggoda.
            “Waaahh!!!” kata Ika dan Rheyna kompak.
            “Hai..” tiba-tiba seorang cowok berbehel datang.
            “Bisma??” tanya Rafael kaget.
            “Rafael?? Ngapain lu disini??” tanya Bisma kaget.
            “Lah? Lo sendiri ngapain?” tanya Rafael.
            “Gue di ajak Rheyna.” kata Bisma sambil nunjuk Rheyna.
            “Ooo.. Jadi ini toh pacarnya Rheyna.. Ciee.. Pjnya jangan lupa yaa..” kata Ika sambil menyikut lengan Rheyna.
            “Aaa.. Ika.. Aku kan jadi maluu...” kata Rheyna dengan mimik muka malu.
            “Ya elah.. Lo gak usah malu Rhey.. Udah ketahuan..” kata Michel
            “Hehe.. Kenalin, ini Bisma.. Pacar aku.. hehe..” kata Rheyna mengenalkan Bisma.
            “Ciee.. Oh iya, Bisma, kamu kan  satu group ya sama Rafael?” tanya Ika.
            “Iya .. Priyanka kan??” tanya Bisma
            “Iya.. masih inget aja..” kata Ika.
            “Jangan ngomong sendiri dong.. Gue kan juga mau kenalan..” kata Dicky.
            “Hehe.. Iya iya deh..” Kata Ika.
            “Gue Dicky.. Sama-sama pake behel ya..” kata Dicky.
            “Haha.. Iya.. Bisma..” kata Bisma
            “Gue Mizanti, panggil gue Michel.. Pacarnya Dicky..” kata Michel
            “Haloo.. Bisma..” kata Bisma 
       “Eh, ngomong-ngomong Waved udah main?” tanya Ika, sambil melihat ke arah panggung.
            “Tadi sih udah, tapi Cuma satu lagu. Gue rasa entar mereka bakal tampil lagi abis undian ini.” kata Michel
            “Yaa.. Aku telat dong! Gimana keren nggak?” tanya Ika antusias.
            “Keren banget! Eh, tuh, Waved udah belik ke panggung.” kata Rheyna.
            Di atas panggung sudah berdiri lima cowok yang bisa dibilang keren. Victor pada drum, Nathan pada organ, Reynald pada bass, Sky pada gitar, dan Rico sang vokalis.
            Oh... Ya, Rico? Apa, dia tau kalau aku barusan balik sama Rafael? Aah.. Kayaknya enggak. Rico.. Cowok yang baik.. Aku yakin dia pasti bakal dapet cewek yang lebih baik dari aku, batin Ika sambil memandang cowok itu. Tak disangka, sang cowok membalas tatapan Ika dengan senyuman. Ika jadi salah tingkah gara-gara kepergok.
            “Mm..” Rico mulai berbicara di atas panggung. “Sebelum Waved ngelanjutin lagu kedua, kita mau ngasih kesempatan sama salah satu temen kita nyanyi di atas panggung.”
            Hah? Emang siapa? Nekad banget, pikir Ika. Tentunya orang-orang di sekitar Ika pun berpikir sama. “Please, give applause to.. Rafael!!”
            Dieeenggg!!! Rafael? Apa nggak salah denger? Ika kemudian melirik ke arah cowok di sebelahnya.
            Rafael tersenyum kecut membalas lirikan Ika, yang lebih terlihat seperti tatapan aneh yang mengatakan, ‘What? Nggak mungkin banget! Freak!’. Ia lali dengat cepat melangkah ke atas panggung.
            “Mm.. Aku mau nyanyiin lagu ini buat seseorang.” Kata Rafael di atas panggung. Sorak-sorai maupun suit-suitan memenuhi ruangan.
            Rheyna menyenggol lengan Ika. Begitu juga Michel. Ruangan yang tadinya terkesan sepi mendadak jadi ramai tak keruan. Maklum, kalau cowok seterkenal Rafael sudah tampil di atas panggung, apalagi mengatakan kata-kata seperti itu, cewek mana coba yang nggak histeris? Entah sekedar histeris karena melihat Rafael, histeris karena kagum akan keberaniannya, atau histeris karena iri sekaligus sirik. Entahlah, yang jelas Ika hanya bisa menunduk malu, menghindari beribu tatapan dari sekelilingnya.
            Nathan, perlaham memainkan intro lagu yang bertajuk Aku Sayang Kamu dari Cola Float.
            Pertama kali..
            Ku berjumpa denganmu..
            Mataku terpaku..
            Melihat sosok dirimu..
            Sejak saat itu..
            Ku tak bisa lupakanmu..
            Kau yang pertama..
            Yang t’lah menarik hatiku..
            Rafael mulai menyanyi. Suaranya sedikit serak, namun masih terkesan lembut dan tentunya merdu untuk didengar. Sesekali tepukan antusias penonton turut mengiringi nyanyian “Sang Idola”. Rafael melemparkan pandangan yang meluluhkan hati ke arah sang pacar. Pandangan, yang menurut Ika, paling romantis yang pernah ia lihat dan rasakan. Rona merah mulai bersemu di wajah Ika.

            Tapi bayang-bayang lain..
            T’lah merebut kau dariku..
            Ku tak mengerti..
            Mengapa semua ini terjadi..

            Setets air mata kembali meluncur ke luar membasahi wajah Ika, yang kemudian disusul dengan tetesaan-tetesan berikutnya.
           
            Ku kan s’lalu.. Menunggumu..
            Ku kembali pada diriku..
            Setiap kata.. Yang terucap..
            Ku hanya dapat bilang..
            Aku sayang kamu..

---
“Jadi, lo sama Bisma itu sahabatan dari kecil terus jadian nih??” kata Michel.
            “Iya.. Waktu itu, aku sama keluarganya Bisma itu di ketemuin. Terus kita jadi deket deh. Terus jadian.” Kata Rheyna.
            “Wahh.. Jadi langsung di restuin nih ceritanya sama mama-papa kamu..” kata Ika.
            “Hehe.. hehe..”
            Sekarang, mereka bertiga sudah menjadi murid kelas 2. Suatu keberuntungan, mereka bertiga kini sekelas, yakni di II-1. Sedangkan Rafael dan Dicku, juga mendapat keberuntungan serupa, sama-sama di kelas III-3.
            “hei.. Lagi ngomongin apaan yaa??” tiba-tiba Rafael sudah mengambil posisi duduk di sebelah Ika.
            “Eh, kok kamu tiba-tiba muncul sih?? Bikin kaget aja! Ulangan susulannya udah selesai?” tanya Ika.
            “Udah, lumayan lah. Paling salah dua nomer..” jawab Rafael.
            “Mana Dicky? Dia kan juga susulan sama lo?” tanya Michel, mencari sang pacar.
            “Tuh, tadi ke ruang guru.” Rafael menunjuk Dicky, yang sedang berjalan ke arah ruang guru.
            Michel mengikuti arah yang ditunjuk Rafael. Menatap dengan pandangan mesra sekilas, lalu kembali mencecar Rheyna dengan pertanyaan-pertanyaan hubungannya dengan Bisma.
            “Ayo, lo belum cerita gimana Bisma nembak lo.” kata Michel.
            “Mm.. Gini ceritanya,” Rheyna mulai bercerita. “Aku diajak Bisma dinner di tepi danau gitu. Terus di danaunya itu *blablablabla*”
            “waw.. Romantis banget.. Gue jadi pengen deh..” kata Michel dengan muka berbinar. Wkwkw..
            “Iya.. Romantis banget! Pokonya, buat kamu Rhey, longlast ya!” kata Ika.
            “Hahaha.. Thanks ya, prensss..” kata Rheyna.
---
“Yang, mau nanya nih?” tanya Rafael sambil melirik Ika.
            “Apaan?”
            “Mm.. Kenapa kamu nggak milik cowok lain?”
            “Apa?” Ika nggak ngerti.
            “Maksudku, waktu kamu nggak lagi pacaran sama aku, kenapa kamu nggak coba suka sama cowok lain?”
            “Emang siapa yang suka cewek kayak aku, selain kamu, heh?” goda Ika.
            “Hahaha... Ya.. Yaa... Hahaha.. Ya, nggak sih, maksudku kayak Dicky, Rico, atau yang lainna. Lagian, aku yakin banyak cowok yang suka kamu, apalagi sifat kamu yang baik.” Kata Rafael.
            “Loh? Kok Dicky sih? Apalagi Rico? Mm.. Mungkin sih, aku pernah sesekali mikir milih salah satu dari mereka. Aku ngerasa nggak adil aja buat mereka.” Ika menjelaskan.
            “Kenapa nggak adil, Yang??”
            “Ya karena.” Ika melirik mesra ke arah Rafael. “Hatiku ini semuanya udah aku kasih ke kamu. Jadi, udah nggak bisa aku kasih ke orang lain lagi. Kan semuanya udah jadi milik kamu, nggak ada sisa lagi buat cowok-cowok lain.” Kata Ika.
            “Semuanya?” tanya Rafael.
            Ika tersenyum. “Ya... Kamu serakah sih!”
            “Hahaha.. Nggak papa deh! Sama, kamu sendiri juga serakah kok. Nggak nyisain tempat buat cewek lain.”
            Ika tersenyum. Rafael.. Ah, Ika bener-bener mencintainya.
            “Sepertinya kita berdua bener-bener pasangan yang serakah ya.” Kata Rafael.
            “Dasar.. Pokoknya.. I heart you Manyunkuu..” kata Ika mesra.
Sosweettttt....
---
Semuanya berakhir dengan indah. Paling tidak, itu yang dirasakan Priyanka sekarang. Banyak hal yang sudah ia pelajari selama pengenalannya tentang cinta. Tentunya, banyak juga yang ia syukuri karena ia dapat mengenal cinta.


The end~
 Thanks for reading semuanya..
Jangan lupa follow @HeartSmash4eva ya! =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar