Rabu, 29 Februari 2012

#14 I Heart You Manyunku

Part 14


---


Sudah tiga minggu lamanya Ika menjalani hari-harinya tanpa senyum Rafael. Ia telah mencoba bertahan. Walau terkadang, tak bisa diingkari bahwa ia sering kali merindukan keberadaan cowok itu. Akan tetapi, ia tau bahwa ia sama sekali nggak punya hak buat bermimpi, apalagi mengharapkannya jadi kenyataan.
          Walaupun mereka sering berpapasan di sekolah, apalagi kenyataan bahwa Ika sekelas denga Rafael, mereka tak pernah berbicara. Menyapa pun tidak mereka lakukan. Ika yang sekarang sudah pindah posisi duduk di bangku paling belakang menghadap jendela, tak berani mengedarkan pandangan ke arah Rafael. Ia hanya bisa menatap ke luar dan berharap angin dapat membawa pergi semua kepedihannya.
          Di lain pihak, kegelisahan yang hampir sama juga dirasakan Raafael. Selama tiga minggu ini hidupnya nggak pernah tenang. Entah mengapa,seperti ada ruang kosong dalam hatinya yang menjadi sumber kwhampaan yang dirasakannya. Apa dalam hati kecilnya ia masih m erindukan Priyanka? Atau, ini hanya reaksi sementara, yang sebentar lagi akan kembali normal?
          Rafael mengambil selembar foto, kemudian menatapnya. Foto itu sebelumnya tersimpan rapi dalam dompet kesayangannya. Foto cowok sedang merengkuh cewek di sebelahnya, sedangkan si cewekm memanfaatkan momen itu untuk mengecup mesra pipi sang cowok. Pada sisi foto yang lain,n nterpampang wajah cowok yang sama, kali ini mengapit kembut pinggang si cewek, sementara cewek tersebut menggelayut manja di pelukkan sang cowok. Mereka benar-benar bahagia, sangat bahagia.
          “Ika, kenapa kamu selalu ada di pikiranku? Apa aku masih sayang sama kamu? Apa keputusan yang aku ambil selama ini.. Salah? Apa aku sebenernya masih butuh kamu?”
“Kamu pulang sama aku aja ya, Ika?” Rico muncul di depan kelas Ika secara tiba-tiba, membuat gadis itu sedikit melonjak kaget.
          “Eh? rico? Bikin kaget aja.” Saut Ika, setelah sadar dari kekagetannya.
          “Hehehe.. Gimana, mau nggak?” tanya Rico, sambil nyengir.
          “Loh, emangnya Alex kenapa? Dia nggak bisa anter aku pulang?”
          “Nggak tau, katanya mau anter Vina ke toko buku. Daripada kamu jadi obat nyamuk, mendingan juga aku anter pulang. Gimana?”
          Ika masih sedikit heran mendengar perkataan cowok di depannya itu. “Kok Alex nggak ngasih tau aku dulu sih?”
          “Nggak tau ya.” Rico mengedikkan bahu. “Mungkin lupa. Gimana, mau nggak ake anter pulang?”
          “Mm.. Ya, udah deh! Asal kamu anter aku sampe rumah. Nggak ada acara mampir ke rumahmu dulu, kan?” Ika waspada. Wkwkw.. mau perang yaa?? Pake waspada.. wkwkw..
          “Siip, Bos! Ahahaa.. Aku bakal anter kamu sampe rumah dengan selamat.”
          Ika tersenyum. Bayangan masa lalunya dengan Rafael srasa diputar kembal.
          “Ayo, tuan putri, entar keburu siang loh..” Rico mengulurkan tangannya ke arah Ika.
          Ika mengangguk. “Ayo.” Lalu menerima uluran tangan Rico.
          Sementara itu, sepasang mata terus saja menatap lekat pada mereka berdua hingga keduanya hilang dari pandangan.
          “Shit!!” katanya, sambil menggebrak meja. “Apa... Aku cemburu?”


---

Malam sudah semakin larut, waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Di sebuah kamar yang bernuansa hitam berkombinasi putih, Rafael masih belum bisa memejamkan mata. Sedang sibuk membolak-balikkan badan, mencoba menghilangkan rasa cemas dan gelisah yang tiba-tiba hinggap tapi tetap saja, rasa itu tak kunjung pudar.
          Mengapa? Mengapa aku harus mengalamu kegalauan seperti ini? Bukankah seharusnya aku merasa puas dengan pilihan yang sudah aku putuskan? Mengapa aku harus tidak terima saat melihat Ika bersama cowok lain? Mengapa aku harus merasa waswas ketika senyum Ika ditujukan untuk cowok itu? Sial! Kenapa aku seperti ini, geram Rafael dalam hati.
          “Kenapa, Ika? Kenapa aku seperti nggak bisa hidup tanpa kamu? Kenapa hidupku serasa nggak utuh lagi tanpa kamu? Apa kamu sebegitu berartinya bagi hidupku? Atau, ini hanya bagian dari rasa cemburu? Kenapa aku harus cemburu? Kenapa?” bisik hati kecil Rafael.

---

Tuut.. Tuutt..
          Terdengar nada sambung di telinga Rafael. Detak jantungnya berdebar lebih cepat.
          “Halo.” Jawab suara di seberang.
          Rafael menarik napas panjang, mempertebal nyali, “Halo, Alex. Ini Rafael. Bisa ngomong bentar?: tanya Rafael. Masih dengan debaan yang sama.
          “Oh.. Ada apa?”

          Mungkin hanya lewat lagu ini.. Akan kunyatakan..
          Rasa cintaku padamu.. Rinduku padamu... Tak bertepi..
          Mungkin hanya sebuah lagu ini.. Yang slalu akan kunyanyikan.. Sebagai tanda... Betapa aku... Inginkan kamu..


---


Tokk.. Tok..
          “Non, Vita. Temennya dateng tuh.” Panggil pelayan bernama Ani, mengetuk kamar Vita.
          Vita menoleh ke arah pintu kamar. Meletakkan bolpoin berwarna pink mudah di tangannya.
          “Rafael?” teriaknya dari dalam kamar, sambil tersenyum cerah.
          “Ya, Non. Cepetan tuh, kasihan kalo disuruh nunggu lama-lama.”
          “Mm.. Ya, ya. Aku turun sekarang.” Vita segera keluar dan melangkah ke ruang tamu. Ke tempat Rafael yang sedang duduk gelisah di sofa berwarna khaki. *btw, khaki warna apaan??*
          “Rafa?”
          Rafael menoleh. Dilihatnya Vita mengenakan tank top warna putih polos yang dipadukan dengan celana jeans pendek warna belel. Gadis ini memang terlihat sempurna di mana pun ia berada, pikir Rafael.
          “Kok dateng sekarang sih? Udah nggak sabar mau ketemub aku ya?” canda Vita, yang sedikit heran karena Rafael dateng satu setengah jam lebih awal dari waktu yang dijanjikan.
          “Mm.. Nggak kok. Aku Cuma kepengen.. mm.. kepengen ngomong sesuatu.” Jawab Rafael, sambil menggosokkan jedua tangannya, tanda ia sedang gelisah. Sangat gelisah.
          Vita mengernyit. Tak biasanya Rafael segelisah ini.
          “Mau ngomong apa, Raf? Di taman belakang aja yuk! Lebih enak daripada di sini ngobrolnya.” Ajak Vita, yang disambut dengan anggukan Rafael.

          Maybe my love will come back some day... Only heaven knows..
          Or maybe my heart will find their way.. Only heaven knows...
          All I can do is hope and pray... Cause heaven knows...

---

“Alex , acara prom night jadi diadain apa nggak?” tanya Ika pada kakaknya sepulang ekstrakulikuler.
          “Ya jadi lah, Non! Aku kan udah latian mati-matian masa nggak jadi sih?” jawab Alex.
          “Yee.. Kan aku Cuma nanya. Lagian... Kenapa molor sih? Harusnya kan rencananya mau diadain beberapa bulan yang lalu.”
          “Ya, namanya juga acara buatan sendiri. Pasti hobi ngaretnya anak-anak kumat. Kelihatannya kali ini nggak molor lagi, bulan ini harus jalan. Kalo enggak, Waved mau boikot, hahaha..”
          Ika mencibir ke arah kakaknya. “Cowok aneh.. -,-‘ “
          “Hahaha.. Biarin! Salah sendiri acara telat melulu. Kata ketua panitianya bulan ini pasti jadi diadain. Tanggalnya juga udah dipastiin kok, Cuma aku belum nanya kapan. Persiapan mereka udah mateng.”
          “Di mana?”
          “Ballroom Pakuwon. Undangannya udah dipesen kemarin. Entar kalo udah jadi aku tunjukin kamu.”
          “Tunjukin aja? Aku nggak diajak nih?” sindir Ika.
          “Yaelah, Non! Kamu pasti aku ajak lah, masa aku ninggalin kamu sendirian di rumah sih? Hahaha... Kamu yang cewek aneh! Ahaha...”
          Kembali Ika mencibir ke arah kakaknya. Dasar!

---

Hari ini Ika, Rheyna, dan Michel menghabiskan waktu mereka dengan keluar-masuk butik di PTC demi mendapat baju yang tepat untuk mereka kenakan pada acara prom.

          “Lo udah dapet kalung yang lo bilang bagus itu, Rhey?” tanya Michel, dengan empat tas belanjaan memenuhi tangannya.
          “Belum, ternyata di sana udah habis dijual. Gimana nih? Kalung itu bagus banget kalo dipake sama baju yang baru aku beli tadi.” Sesal Rheyna, yang juga menenteng tiga tas belanja dari butik yang berbeda.
          “Pakai punyaku aja. Aku kan punya kalung model gitu di rumah.” Usul Ika.
          “Emang lo nggak pake?” tanya Michel.
          “Nggak kok. Baju pestaku kan warna putih, mana cocok sama kalung itu. Kalokamu pake, kayaknya cocok kok, Rhey.”
          “Wahh. Thanks ya Ika.” Kata Rheyna.
          “Nggak oaoa, kan aku nggak pake.” Kata Ika.
          “Ya, udah, makan dulu yuk! Perut gue udah laper banget daritadi.” Saran Michel, yang segera disetujui kedua sahabatnya. Sejak pukul sepuluh pagi mereka sampai di pertokoan ini hingga sekarang pukul tiga sore, belumada satu makanan pun yang masuk ke dalam pertu mereka.
          “Iya, keasikan shooping nih.” Kata Rheyna
          “Entar kalian bantu aku nyari sandal yang cocok ya? Aku belum nemu sandal nih.” Minta Ika.
          “Beres! Aku juga belum nemu lipgloss yang aku cari kok! Pokoknya, habis makan kita belanja lagi.” Tan=mbah Rheyna.
          “Oke deh.”
          “Yee.. senangnya...”
          “Hahahaha..”
          Emang.. Dasar cewek!! Nggak bisa berhenti kalau bicara soal belanja. Kecuali admP ini. :p kenyataan.. ._. admP kan kerjaannya di rumah doang :p

---

“Oke! Udah bagus! Sekali lagi, yuk! Habis gitu kita cari makan.”
          “Siip!”
          Tiba-tiba.. HP Alex berbuyi. Alex merogoh saku celananya, kemudian segerra mengangkatnya sebelum sang penelpon memutuskan komunikasi.
          “Gitu ya? Oke deh kalo gitu! Dua jam lagi kita ketemu di sini. Entar, aku yang bilang sama anak-anak.” Jawab Alex pada sang penelpon.
          “Oke guys!” seru Alex, setelah pembicaraan yang lumayan lama itu selesai. “Kayaknya kita harus pulang telat hari ini. Ada job penting, yang mungkin menarik buat kitsa.” Kata Alex lagi, sambil tersenyum misterius.

          “Job apa sih? Kok kayaknya ndadak banget?”
          “Ya. Tumben-tumbennya ada job yang ndadak kayak gini? Dari siapa sih?”
          “Entar kalian juga tau. Sekarang mending kita langsung cabut makan. Satu jam lagi kita balik ke sini, gimana?”
          “Sip! Kayaknya menarik juga.”
          “Hahahaha..”
          “Ya, udah. Cabut yuk.”

---

“Gimana? Udah pas belom? Susah banget sih ngajarin kamu!” omel Rico.
          “Udah, udah. Dia kan masih baru di dunia beginian, santai aja lagi, man!” Victor salah satu personil Waved menetralisasi keadaan.
          “Ya, tapi kan dia udah diajarain ama banget? Masa belom pas juga?” kata Rico.
          “Tenang dong, bro! Vokalis profesional kayak kamu nggak boleh emosi sama yang masih awam.” Saran Nathan.
          “Ya. Lagian, kita kan udah janji bakal bantuin dia.” Saut Alex.
          “Ini semua kan gara-gara kamu yang minta, Lex!” kata Rico.
          “Yup. Kamu juga seneng kan kalo ‘dia’ bahagia?” kata Alex.
          “Dia?” tanya Rico.
          Alex mengangguk, lallu berbisik. “Ya, kamu mau cewek itu bahagia kan?”
          Rico hanya diam. “Ya udah, kita lanjutin lagi! Kamu latian yang bener ya? Waktunya udah mepet.” Kata Rico pada cowok yang dari tadi sibuk diperbincangkan.
          “He-eh. aku coba lagi.. Sori.” Cowok ‘si pembuat Rico marah’ alias SPRM itu menjawab.

---

“Perhatiin dong!” kamu harus tau kapan kamu mesti masuk, jangan asal nyelonong gitu!” lagi-lagi Rico melontarkan omelannya pada cowok SPRM itu.
          “Sori.” Jawab cowok SPRM itu minta maaf.
          “Tunjukin dong niat kamu! Kan kamu sendiri yang minta sama kita-kita, waktunya udah mepet banget nih!”
          “Ulangi dari awal! Kamu harus bener-bener perhatiin aku! Kamu mau hasilnya bagus, kan?”
          Cowok SPRM itu mengangguk.
          “Inget, empat ketuk! Hitung dulu baru masuk, ngerti?”
          Cowok SPRM itu lagi-lagi mengangguk.
          “Ya udah, ulangi.”

---

“Sip!” Alex, Victor, Nathan, dan Reynald berseru bersamaan.
          “Akhirnya, kamu bisa juga.” Kali ini Rico ikut berkomenytar.
          “Thanks ya.. Ini semua berkat kalian berlima. Terutama kamu Ric!” kata cowok SPRM tulus.
          “Udah, nggak usah sok formal. Asal kamu tau aja, aku niat bantuin kamu Cuma demi ‘dia’. Kalo bukan buat dia dan bisa bikin dia bahagia, aku nggak pernah mau bantu kamu.” Jawab Rico.
          “Pasti. Dia pasti bahagia. Aku janji.”
          “Awas, kalo aku liat dia nangis gara-gara kamu lagi.”
          “You’ll keep my promise.”
          “Ya, udah, makan yuk! Apa kalian semua nggak laper?”
          “Ya laper lah! Ayo, cabut!”

---

Akhirnya malam yang dinanti-nantikan Ika dan kawan-kawan datang juga. Tentu saja momen setahun sekali ini nggak akan disia-siakan oleh Ika. Paling nggak, ini tahun pertama acara prom mengundang angkatan adik kelas.
          “Ika, aku berangkat dulu, ya! Mau check sound dulu. Kamu dijemput Rheyna, kan?” tanya Alex.
          “Ya.” Jawab Ika, sambil memulaskna blush on ke pipinya.
          Setelah cukup lama berkutat di depan kaca, akhirnya Ika memutuskan turun, sambil menunggu dijemput Rheyna.
          “Ika, temen kamu tuh dateng.” Panggil Cesa, begitu Ika keluar dari kamar.
          “Siapa Ces? Rheyna ?” tanya Ika.
          “Bukan. Cowok kok. Kayaknya sih temen Alex. Yang biasa ,ain ke sini itu loh.”
          Eh? rico? Kenapa dia kesini?
          “Nyari Alex, Ric?” sapa Ika, begitu menemuka Rico berdiri di teras rumahnya.
          “Nggak. Aku nyari kamu.” Jawab Rico.
          “Eh? kok aku? Emangnya ada apa? Kamu nggak check sound?”
          “Masih setengah jam lagi.. Aku ke sini ngajak kamu bareng.” Kata Rico.
          “Maksudmu mau jemput aku?” Ika mempertegas apa yang di dengarnya.
          “Ya. Nggak keberatan kan?”
          “Mm.. Tapi, aku udah janji berangkat sama Rheyna. Lagian, kalo aku sama kamu, dia kan jadi sendirian.”
          “Oh.. Gitu ya? Mm.. Nggak papa deh kalo gitu. Aku temenin kamu aja ya?” usul Rico.
          Ika menggeleng cepat.
          “Ric, aku nggak ngerti apa maksud kamu ngajak aku. Akhir-akhir ini kamu juga care banget sama aku. Mungkin juga aku terlalu serius nanggepin apa yang kamu lakuin ke aku. Aku Cuma nggak mau kamu terlalu merhatiin aku. Aku nggak mau kamu salah paham, kalo aku terus-terusan nerima perhatian kamu. Kamu ngerti kan?” kata Ika.
          “Ika? Apa aku emang nggak boleh sayang sama kamu?”
          Ika menggeleng lagi,
          “Sori, Ric. Bukannya aku sok jual mahal, tapi aku nggak bisa nerima perhatian dari cowok mana pun. Aku nggak mau kamu sakit hati, Ric.”
          “Kenapa? Kenapa kamu pikir kamu bakal bikin aku sakit hati? Kamu bahkan belom nyoba nerima aku kan?”
          “Aku tau, tapi di hatikku udah ada cowo lain, dan nggak mungkin ada yang bisa gantiin. Jadi, aku nggak mau dan nggak bisa nyoba nerima cowok lain. Aku tau tempatnya nggak akan bisa tergantiin.” Kata Ika.
          Rico tersenyum, tanda mengerti. Ia mengelus pelan kepala Ika.
          “Ya udah. Aku ngerti kok. Aku aja yang nekat, padahal aku tau kamu bakal nolak aku.”
          Ika tidak menanggapi.
          “Aku berangkat dulu, ya! Ada tamu spesial yang udah nunggu aku buat latian terakhir.” Pamit Rico, smabil melambaikan tangan.
          Walau tak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan Rico, Ika membalas lambaian tangannya sambil tersenyum.



To Be Continued~

Thanks for reading..
Follow @HeartSmash4eva & admP @PrincesaBala2 =)
Gbu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar