Senin, 27 Februari 2012

#13 I Heart You Manyunku

Part 13

---


Ika menatap langit malam yang semakin lama semakin terlihat gelap. Mungkin sudah waktunya ia mengubur semua kenangan indahnya bersama Rafael. Seperti gelapnya malam, begitu juga hati Ika. Tanpa cahaya, tanpa pegangan, dari seseorang bernama Rafael, yang tanpa ia sadari telah menjadi matahari baginya.
          Sanggupkah ia melupakan Rafael? Cowok yang begitu berarti baginya? Cowok yang membuat Ika, untuk yang pertama kali, mengenal cinta dan rasa sayang. Cowok yang namanya mungkin sudah terukir mati dalam hati Ika yang paling dalam, dan yang tak akan pernah tergantikan, walalu beribu pangeran lain ante menanti??
          Ika menyayangik Rafael. Ia mengakui itu, walau sebenernya nggak mau. Ika mencintai Rafael. Ia menyadari itu, walau seandainya bisa ia tak ingin mersakannya. Ika galau. Hidup Ika hampa. Mungkin hanya bintang yang bisa menegerti kepedihan ini.

          Kau.. Yang ku inginkan hanyalah engkau...
          Bersamamu adalah hal yang terindah..
          Dan ku ingin kau lebih..
          Yang ku inginkan kau seutuhnya..
          Mencintaimu adalah hal yang terbaik..
          Aku cinta kamu..

          “Ika, ada Rico tuh! Mau keluar nggak?” tanya Alex dari ambang pintu kamar Ika.
          “Mm.. Mau apa dia ke sini?” tanya Ika.
          “Aku sama dia mau main biliar. Aku mau ganti baju dulu. Kamu temenin dia ya? Pleasee.. entar pulangnya aku bawain oleh-oleh deh.”
          “Huu.. Dasar.. -,-“
          “Ya, ya, adik manisku sayang.” Kata Alex, sambil mengecup pipi Ika. “Kamu mau apa?”
          “Mm..” Ika berpikir sebentar. “Donat J.Co aja deh.”
          “Haa?? Non, J.Co kan di supermall.. Aku mainnya kan di Home Ball, males banget, kan??”
          “Mmm.. Jadi masles nih? Ya udah, Rico suruh sendirian aja.” Ika pura-pura ngambek. *Udah gede woi! Ngambek aja! Wkwkw*
          “Ya, udah deh. Entar aku beliin J.Co. dasar! Udah sana, keluar dulu!!”
          “Sippp! Jangan lupa isi 12 ya! Wkwkwkw..”
          “Yee.. Maruk amat sih?”
          “Biarin! Yang penting keren.”
          “Dasar narsis!”
          “Hahaaahaaa”
          “Hai, Ika.” Sapa Rico ramah, saat melihat Ika turun dari tangga.
          “Hai! Udah lama nggak ke sini Ric?” tanya Ika, sambil mengambil posisi duduk di sebelah Rico.
          “Ya. Lagi sibuk latian. Jadi, nggak ada waktu main ke sini.”
          “Oo.. Buat prom ya? Anak kelas satu boleh ikut nggak sih?” tanya Ika.
          Rico tersepona eh terpesona melihat makhluk di hadapannya yang semakin cantik ini.
          “Eh? oh, boleh kok! Khusus tahun ini dibuka buat angkatan adik kelas.” Jelasnya. “Jadi, kamu boleh ikut, Ika.”
          Ika mengangguk-angguk. “Ah, nggak deh! Lagian, aku ke sana sama siapa? Alex udah pasti sama Vina. Aku kan nggak mau sendirian di sana.” Kata Ika, sambil berpikir-pikir.
          Duhh, manisnya.. kepingin peluk nih, kata Rico dalam hati.
          “Mmm.. Kalo nggak keberatan, sama aku juga boleh kok.” Kata Rico menawarkan diri.
          “Emang nggak ada yang marah kalo aku pergi sama kamu?”
          Rico menggeleng. “Kamu sendiri? Apa kamu nggak pergi sama pacar kamu itu?”
          Ika menggeleng. “Aku sama Rafael udah putus.” Jawabnya pelan. Suaranya mulai terdengar parau. Kenapa aku harus mendengar nama itu lagi? Batin Ika.
          “Oh, sori. Aku nggak tau.”
          “Nggak papa. Emang itu kenyataannya.” Jawab Ika, sambil tersenyum, tapi tetep nggak bisa menyembunyikan kesedihan yang terpancar keluar dari kedua matanya.
          “Kamu mau jadi pacarku Ika?” sebelum Rico sempat berpikir tentang apa yang akan dikatakannya, kata-kata itu secara tiba-tiba terucap dari bibirnya.
          “Eh? Kok?” Ika otomatis menjadi kaget sekaligus heran. Gila, masa acara nembak mendadak gini sih, pikir Ika tak percaya.
          “Mm.. Nggak kok. Aku.. Aku asal ngomong aja.” duhh.. Kenapa aku jadi bego gini ya? Dasar Ricoo!! Bego kok ya kebangeten! Marah Rico dalam hati.
          “Jangan diambil hati ya..”
          Ika tersenyum paksa. “Ya deh, nggak papa..”
          “Hoi, Ric!” tiba-tiba Alex sudah berada di tengah-tengah mereka, yang sama-sama sedang merasa canggung itu. “Hoi! Kok pada bengong? Emang aku keren banget ya, sampe kalian terpesona gitu?” Alex asal.
          “Eh, ya. Ayo berangkat.” Jawab Rico segera.
          “Yee.. Ge-er banget sih! Udah, pergi jangan malem-malm pulangnya! Don’t forgetyour promise bro..”
          “Beress! Tutup pintu Non!”
          Ika mengangguk.
---

“Hai, Ika!” sapa Dicky, begitu Ika sampai di depan pintu kelas.
          “Hai! Tumben ada di sini. Nungguin Michel?” tanya Ika.
          “Nggak kok. Gue nungguin lo.” Jawab Dicky enteng.
           “Mm.. Kok aku? Ya, udah deh, masuk yuk! Aku mau belajar biologi, masih banyak yang belum hafal.”
          “Oke, Bos! Gue bantu deh! Lo suka kalo belajarnya ditemenin kan? Gue mau deh nemenin lo sampe bel masuk.” Tawar Dicky.
          Ika tersenyum. Tumben-tumbennya Dicky jadi perhatian gini.
          “Eh, Ky, kamu udah ulangan?” tanya Ika, Dicky mengangguk.
          “Yang mana aja yang bakal keluar? Sulit nggak Dick?” tanya Ika lagi.
          “Lumayan. Mm.. nih.” Kata Dicky sambil menunjukkan beberapa bagian dalam buku paket biologi Ika.
          Tanpa mereka sadari, ketika mereka sedang asyik berbincang-bincang, seorang cowok di bangku belakang terus memperhatikan mereka. Tanpa mereka ketahui, seorang cewek di arah pintu kelas juga menatap mereka sambil mengumpat dalam hati.

---

“Ada apa Mi? Kayaknya, kamu lagi bete ya hari ini?” tanya Ika suatu sore, ketika mereka bertiga *samaa Rheyna* ke rumah Ika.
          “Nggak papa.” Kata Michel singkat.
          “Yee.. Kok jawabnya gitu sih? Pasti kamu lagi bete deh! Ayo, cerita sama kita. Mungkin aja kita bisa bantu.” Kata Ika, yang diikuti anggukan Rheyna.
          Michel hanya diam, tak bersuara.
          “Kok diem sih? Aku tau banget kamu, Mi. Kalo kamu jadi diem gini, berarti kamu ada masalah. Cerita dong.”
          “Udah deh, Ika! Nggak usah sok tau gitu! Emang lo tau apa tentang gue! nggak usah sok baik, sok perhatian deh! Dasar munafik!” tiba-tiba emosi Michel seakan kendali.
          Wajah Ika tegang, sekaligus merasa heran. Ada apa dengan sahabatnya ini? Tak biasanya ia seemosi ini.
          “Mi, kamu kenapa sih? Aku ada salah sama kamu ya?” tanya Ika pelan. Takur membuat emosi Michel lebih meledak-ledak.
          “Gue.. Gue..” Michel menenangkan gejolak yang tiba-tiba muncul dalam hatinya. Ada rasa sakit sekaligus iri. “Gue benci sama lo.” Akhirnya hanya kata itu yang dapat dilontarkan Michel pada Ika.
          Ika ingin menangis rasanya. Kenapa jadi begini? Michel, sahabatnya, membencinya?
          “Michel? Kamu kenapa? Aku nggak ngerti deh kenapa tiba-tiba marah giru sama Ika.” Rheyna menengahi.
          “Lo nggak ngerti Rhey. Mungkin juga nggak akan pernah ngerti.”
          “Kalo gitu, kamu jelasin dong sama kita. Kasihan kan Ika nggak tau apa-apa tiba-tiba kamu marahin.”
          “Kenapa semua orang selalu ngebelain Ika? Kenapa? Apa karena dia baik? Cantik? Layaknya malaikat, gitu? Pernah nggak sih kalian perhatiin gue? khususnya lo Ika!” Michel menuding Ika. “Lo, udah buat gue sakit hati. Lo pernah tau nggak apa yang selama ini gue rasain?”
          Mata Ika berkaca-kaca. Kenpa? Kenapa Michel seemosi ini? Apa aku punya salah? Masalah apa lagi ini, batin Ika.
          “Lo tambah deket sama Dicky!” akhirnya Michel buka tabir permasalahan. “Ya, kan? Semenjak lo putus sama Rafael, yang dipikiran Dicky Cuma lo! Dicky selali perhatiin lo. Gomana keadaan lo, apa yang lo rasain, apa lo sedih, apa lo terluka, semua pasti tentang lo. Lo tau Ika? Sebelumnya gue sama Dicky udah tambah deket. Lo tau Ika? Gue sayang banget sama dia. Sekarang, lo tiba-tiba muncul dengan tampang terluka, yang akhirnya ngebuat Dicky berpaling ke lo lagi. Lo jahat! Pernah nggak lo pikirin gue? gumana perasaan gue kalo Dicky lo ambil? Gue sakit Ika! Gue sakit! Gue.. Gue benci lo! Gue sangat berharap lo nggak pernah ada!” Michel menyudahi segala uneg-unegnya.
                “Mi?” mata Ika berkaca-kaca. “Aku.. Aku nggak bermaksud kayak gitu. Aku emang suka kalo Dicky merhatiin aku, ngehibur aku, tapu aku sama sekali nggak bermaksud buat ambil dia dari kamu.”
          “Ya, Mi.. Kamu sendiri tau, di hati Ika Cuma ada Rafael. Seandainya Ika mau ngerebut Dicky, dia udah lakuin dari dulu. Nyatanya, selama ini kita selalu bantu kamu ngedapetin Dicky.” kata Rheyna.
          “Ini nggak adil, Mi.” Sela Ika, dengan suara parau. “Aku sama sekali nggak ada perasaan apa-apa sama Dicky. kamu nggak bisa salahin aku kayak gitu. Aku.. Aku sama sekali nggak ngelakuin apa yang kamu tuduhin itu.”
          “Udah deh, Ika! Lo Cuma bisa ngomong. Bulshit semuanya! Mana bukti lo nggak ada perasaan apa-apa sama Dicky? kenyatannya, lo udah rebut Dicky dari gue, dan gue bener-bener kecewa!”
          Ika tidak tahu harus berkata apa lagi.
          “Gue pulang! Nggak nyaman banget ada di sini.” Michel berdiri, meninggalkan ruang tengah, tempat mereka berkumpul.
          Ika hanya bisa menatap kepergian Michel. Ia tahu dan sangat memahami kemarahan yang dirasakan Michel. Mungkin, kalau saja ia ada dalam posisi Michel, ia juga akan melakukan hal yang sama.
          Ika menarik napas panjang, lalu menyeka air matanya.
          “Apa nggak sebaiknya kamu ngomong terus terang sama Michel, Ika? Kayaknya dia udah salah paham. Kamu jadi dituduh yang enggak-enggak gini.” Saran Rheyna.
          Ika menggeleng cepat. “Bukan aku yang harus jelasin ini Rhey, tapi Dicky. dicky sendiri yang harus ngomong secara langsung sama Michel.” Jawab Ika pasti.

---

Malam harinya, Michel benar-benar nggak bisa tidur. Sekalinya ia memejamkan mata, bayangan kejadian tadi sore berkelebat di benaknya. Sial! Kenapa gue bisa seemosi itu, sesal Michel.
          Mau tak mau tetap harus ia akui segala sesuatunya sudah terjadi, dan nggak patut disesali. Paling tidak semua yang dikatakannya adalah murni apa yang dirasakannya. Selama ini ia hanya bisa memendam semua perasaan itu sendirian tanpa ada yang mengetahui. Perasaan marah, jengkel, iri, yang berpangkal pada akar bernama cemburu.
          Michel bangkit dari posisi tidurnya. Membuka diarynya, lalu menulis.

                Dear Diary,
                Gue tau gue terlalu emosi. Itu emang uneg-uneg yang gue rasain. Gue Cuma mencoba terbuka sama mereka. Mungkin Ika sakit hati, tapi gue bener-bener nggak terima kalo Dicky harus dia ambil. Kita-kira seminggu ini Dicky udah nggak pernah jalan. Telepon atau SMS, kadang-kadang, nggak sesering dulu. Semua ini berawal sejak Dicky tau Ika outus sama Rafael. Gue emang nggak punya hak buat marah, tapi gue bener-bener cemburu. Gue iri sama Ika, yang selalu dapet perhatian lebih dari Dicky. gue sayang Dicky, sayang banget. Gue nggak mau kehilangan dia. Gue nyesel kalo Ika jadi sakit hati karena omongan gue. Akan tetapi, gue sayang banget sama Dicky. gue nggak mau Dicky diambil sama Ika, cewek yang jelas-jelas sayang sama cowok lain. Gue nggak mau Dicky terluka lebih dalem lagi!

          Ada cinta yang ku rasakan..
          Saat bertatap dalam canda..
          Ada cinta yang kau getarkan..
          Saat ku resah dalam harap..
          Oh indahnya..
          Cd player Michel memutar lagu Ada Cinta dari Bening, ketika tiba-tiba bel pintu rumahnya berbunyi nyaring.
          “Sebentar!” teriak Michel, lalu berjalan ke luar kamar, walau sebenernya sang tamu tentu tak dapat mendengar suaranya.
          “Dicky?” Michel sedikit kaget melihat orang yang akhir-akhir ini terus menyelipkan rasa kangen di hatinya tiba-tiba muncul begitu saja, berdiri tegak di hadapannya dengan senyum khas yang mengembang manis. Michel melting.
          Dicky malam itu terlihat keren, berbalut kaus putih bermerek Billabong kesayangannya, dipadukan secara sempurna dengan jins biru muda, ditambah dengan sneckers berwarna putih, yang menambah kesan casual.
          “Gue nggak disuruh masuk nih?” tanya Dicky, ketika melihat cewek di depannya hanya berdiri mematung tanpa berkata apa-apa.
          Michel yang ‘sebenernya’ sedang sibuk mengamati makhluk keren di hadapannya terang saja melonjak kaget.
          “Ah ya! Masuk, Dick” katanya mempersilahkan.
          Mereka duduk berhadapan di ruang tamu rumah Michel. Tak bisa dipungkiri, saat itu jantung Michel sudah ingin meledak saja rasanya, lantaran berdetak begitu cepat. Michel benar-benar tak tahu harus berkata apa. Kali ini dia benar-benar speechless.
          “Mm.. Kok tiba-tiba ke sini?” Michel memulai pembicaraan
          “Emang nggak boleh ya?” tanya Dicky, sambil tersenyum.
          “Mm.. Nggak juga. Cuma gue kaget aja, tumben? Biasanya kan lo nggak pernah main ke sini kalo nggak janjian dulu.” Cerocos Michel. Bodoh! Bukannya lo malah seneng kalo Dicky ke rumah lo? Michel bodoh! Sial, hati kecilnya berbicara.
          “Mm.. Lo nganggur kan?” tanya Dicky, setelah hening beberapa detik.
          Michel mengangguk.
          “Jalan yuk! Gur punya surprise buat lo.”
          “Surprise?” Michel mengulang ucapan Dicky.
          “Ya. Lo nggak denger apa? Ayo, ganti baju lo, kita cabut sekarang!”
          Michel segera mengangguk. Walau sebenernya masih tak mengerti maksud Dicky, tetapi kesempat langka seperti ini sama sekali tak layak disia-siakan.
---
“Apa ini Dick?” tanya Michel heran, sekaligus takjub.
          Di dalam Honda Accord milik Dicky bertebaran mawar putih di mana-mana. *Mawar maafin aku ya.. =D korban iklan* lanjotr! Seakan memang diatur sedemikian rupa untuk memenuhi ruangan di dalam mobil.
          “Surprise.. Lo suka nggak?” tanya Dicky.
          “Lo.. Lo ngelakuin ini buat... Ika?” tanya Michel hati-hati.
          Raut muka heran terpancar dari wajah Dicky.
          “Kok Ika sih?” tanyanya tak mengerti.
          Tak disuruh, air yang menggenang dalam telaga mata Michel tadi mulai tumpah.
          “Gue suka lo, dan itu emang kenyatannya. Gue mungkin belom bisa ngejaqilin rasa sayang atau cinta yang dalam buat lo. Gue cuka kepengen lo tau, li sangat berarti bagi hidup gue, dan lo udah ada dalam hati gue.”
          “Gue juga suka lo, Ky.” Michel menyambut uluran tangan Dicky yang memeluknya dengan erat. Hatinya lega, lega sekali. *Admin jadi kepengennn~ awawawaw*
          “Mm.. Gue boleh nanya nggak?” tanya Michel, saat Dicky menghapus air mata di wajahnya.
          “Nanya aja, nggak papa kok.” Kata Dicky.
          “Tapi lo jangan marah ya?”
          Dicky mengangguk.
          “Gue sempet berfikir lo mau balik sama Ika. Soalnya seminggu ini lo keliatan akrab banget sama Ika. Lo juga jarang banget ngehubungin gue. jadinya, gue mikir kalo...” perkataan Michel terhenti saat Dicky meletakkan jari telunjuknya pada bibirnya.
          “Gue sama Ika Cuma temen. Gue emang pernah sayang sama dia, tapi rasa sayang gue udah berubah seperti sayang seorang sahabat. Akhir-akhir ini gue juga sering ke rumah dia, pergi sama dia, Cuma buat tau apa kesukaan lo. Ika juga nemenin gue nyari bunga matahari ini. Lo tau, Mi? Nyari bunga matahari ini susah banget! Gue udah muter-muter nggak keruan sampe akhirnya gue neuin bunga ini. Semua demi lo. Untung Ika mau nemenin gue. jadi, gue nggak bingung sendiri.”
          Ika? Ika yang telah ditiduhnya dengan kejam? Ika?
          Air mata Michel tumpah lagi.
          “Lo kok nangis lagi sih, Mi?” Dicky buru-buru mengambil tisu dan menyeka air mata Michel.
          “Gue.. Gue udah nggak adil sama Ika. Gue.. Gue jahat..” Michel menangis dalam rengkulan lengan Dicky.

---

Ku kan slalu menunggumu..
          Ku kembali pada diriku..
          Setiap kata yang terucap..
          Ku hanya dapat bilang..
Aku sayang kamu..

          Lagu dari Colafloat berjudul Aku Sayang Kamu mengiringi tidur siang Ika.
          Tiba-tiba saat hendak masuk ke alam mimpi, HP di samping tempat tidur Ika berbunyi nyaring.
          “Halo, Ika? Gue udah di depan rumah lo.”
          Eh? Michel? Kenapa tiba-tiba dia ke sini? Pikir Ika.
          “Eh? ya, Mi? Masuk aja, aku lagi di kamar.”
          Michel menutup HP-nya. Menaruhnya kembali ke dalam tas, lalu masuk ke rumah Ika dengan langkah mantap.
          Tok.. Tok.. Tok.. Michel mengetuk pintu kamar Ika.
          “Ika, gue masuk, ya.”
          Ika berjalan ke arah pintu, lalu mmebkanya untuk Michel.
          “Ika!!! Sori ya!!” belum sempat Ika membuka pintu secara sempurna, Michel tiba-tiba saja sudah menerjang masuk lalu memeluk sahabatnya itu.
          “Eh, Michel? Emang kenapa?” tanya Ika, sambil mencoba melepaskan pelukan Michel. Emang zaman apa sekarang? Kayak di sinetron-sinetron aja, pake peluk-pelukan segala, batin Ika.
          “Ika, sori banget ya? Waktu itu gue nuduh yang enggak-enbggak. Sori ya, Ika. Harusnya kan gue nggak boleh emosi kayak gitu..” Jelas Michel cepat.
          Ika mengangguk-angguk tanda mengerti, lalu ia tersenyum.
          “Michel.. Kamu nggak udah minta maaf aja aku udah maafin kok. Lagian, aku juga mungkin salah soalnya udah nanggepin perhatian Dicky, tanpa meduliin perasaan kamu.”
          Michel menggeleng. “Nggak, Ika. Aku yang slaah, aku yang terlalu emosi waktu itu. Dicky kan Cuma merhatiin lo sebagai sahabat, sebagai temen kecil. Eh, gue malah mikir yang enggak-enggak, gitu. Sori banget ya.”
          Ika duduk di tempat tidurnya. Disusul oleh Michel yang melalkukan hal serupa.
          “Ya, ya. Nggak papa. Aku seneng kok kita akhirnya baikan. Aku kan jadi nggak enak kalo nggak ada kamu.” Kata Ika.
          “Hehehe bisa aja. Eh, Ika, lo tau nggak? Gue ada berita baik.”
          “Apaan? Eh, bentar, btw, kamu ke sini dianter siapa? Kamu kan nggak bisa nyetir? Sama Rheyna?” tanya Ika.
          Michel jadi cengengesan. “Hehehe.. Gue sama Dicky. dia nunggu di mobil, nggak mau turun.”
          Ika menangkap gelagat itu. “Mi, jangan bilang kalo kamu sama Dicky udah...”
          “Hahaha.. Nggak sampe segitunya kok, Ika. Mm.. Gimana ya? Kalo dibilang resmi jadian juga nggak. Dia udah bilang suka sama gue. paling nggak, dia udah janji buat belajar sayang sama gue. hahaha.. Gue seneng banget loh, Ika! Pokoknya, Dicky bilang dia seneng jalan sama gue. hahaha..” Michel terlihat sangat bahagia sampe nggak berhenti ketawa.
          Dasar! Mentang-mentang baru jadian aja, pakeacara ketawa berkepanjangan. Aku kan udah tau dari dulu kalo Dicky juga ada rasa sama dia, batin Ika.
          “Udah, udah. Jangan ketawa terus dong, jadi risih nih! Dasar! Cewek aneh.”
          “Hahahahaha.. Ah lo, Ika.. Nggak bisa liat sahabat seneng.. ._.”
          “Aku ikut seneng, Michel, tapi jangan overdosis kayak orang gila gini dong, entar Dicky ilfeel sama kamu.”
          “Hahaha.. Gila! Jadi, kalo gitu nggak ada acara cemburu-cemburuan kayak yang kemarin, ya?” sindir Ika,
          “Aah, Ika.. Bisa aja, hahaha.. Nggak lah, gue percaya sama sahabat gue kok! Pooknya, apa pun yang terjadi gue bakal tetep lebih percaya sama lo dan Rheyna. Kalian kan sobat gue yang paling oke, sayang ka kalo disia-siain. Belom tentu ada sahabat kayak kalian.”
          “Ya, mana ada coba yang tahan lama-lama sama orang nggak waras kayak kamu.”
          “Hahahaha..”
          “Hahahaha..”
          Ika bersyukur kepada Tuhan. Ternyata persahabatan mereka lebih kuat dari yang ia bayangkan. Rheyna, maupun Mizanti, mereka aadalah sahabat-sahabat terbaik Ika. Seburuk apa pun mereka, sejelk apa pun sifat mereka, mereka tetep orang-orang terdekat yang paling mengerti Ika. Seperti yang Michel bilang, sahabat kayak gitu nggak boleh disia-siain. Harus dijaga dengan baik. Ika tersenyum.


To Be Continued~

Thanks For Reading..
promosi bentar:
keep follow @HeartSmash4eva =)
admin: adminP @PrincesaBala2 , adminI @ika_august , adminR @Rheyna_PksKcg , adminM @Mizantiii 
Thanks~
Gbu =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar