Ini adalah fanfiction kedua dari @HeartSmash4eva karangan adminP @PrincesaBala2. semoga kalian suka..
sebelumnya, maaf kalo ada tulisan-tulisan yang salah. dan ini cuma karangan ya. =)
---
Part3
Suasana kelas 1-2 pagi itu benar-benar ribut. Cowok keren yang sedang berdiri di depan kelas menggemparkan para siswa, khususnya para kaum hawa. Mereka sibuk mencari cara untuk menarik perhatian “manusia nyaris sempurna” di hadapan mereka.
sebelumnya, maaf kalo ada tulisan-tulisan yang salah. dan ini cuma karangan ya. =)
---
Part3
Suasana kelas 1-2 pagi itu benar-benar ribut. Cowok keren yang sedang berdiri di depan kelas menggemparkan para siswa, khususnya para kaum hawa. Mereka sibuk mencari cara untuk menarik perhatian “manusia nyaris sempurna” di hadapan mereka.
Namun itu tdak berlaku bagi Ika. Cewek yang satu ini hanya tertegun tak bersuara alias melongo melihat “pemandangan indah” di hadapannya.
“Hei, Ika, aku duduk sini ya.” Sang “manusia nyaris sempurna” mengambil tempat duduk kosong di sebelah Ika, diikuti tatapan sirik para fans baru cowok tersebut. Maklum, mirip vokalisnya Cola Float sih!
“Kaget ya kamu?” tanya cowok itu.
“Ya, iyalah. Kenapa kamu tiba-tiba pindah ke sini?” Ika benar-benar kaget.
“Ya, nggak apa-apa.. Aku kepingin aja pindah ke sini. Nggak boleh nih?” tanya Rafael nakal.
“Ika hanya tersenyum.
Jadi, ini yang dimaksud “sampe besok”, batik Ika. Ia kembali tersenyum sendiri. Mencoba bersikap wajar, tapi tetap saja tak bisa. Jantungnya berdebar tak keruan, seakan ingin melupakan kegembiraannya. Ika semakin nggak mengerti, mengapa ia harus sebahagia ini hanya karena ada cowok yang baru saja pindah ke kelasnnya. Benar-benar perasan aneh yang tak biasa.
“Kenapa? Senang ya aku pindah ke sini? Kok senyum-senyum sendiri gitu?” tanya Rafael.
“Yee.. ge-er amat sih!” elak Ika, yang tak menyadari gerak-geriknya sedari dari diperhatikan sepasang mata di sebelahnya.
Rafael tersennyum. Manniiisss.......
“Begitu tau gue pindah je sini, dia langsung berencana ikutan sekolah di sini. Maklumlah, Rafael nggak bisa jauh-jauh dari gue.”
Mendengar itu, ada yang tertawa, dan ada juga yang menggeleng tak percaya.
“Ya ampun, Dicky! Kamu tuh ya! Punya norak kok nggak sembuh-sembuh sih?” keluh Rhey.
“Ya, nih. Tobat dong, tobat.”
“Hahahaha...”
Canda dan gelak tawa memenuhi meja yang terletak di sudut kantin. Tempat favorit tiga cewek dan dua cowok yang sedang menghabiskan waktu istirahat mereka.
“Aku beneran nggak nyangka!” kata Ika.
“Sejak aku tau Dicky mau pindah ke Surabaya, aku emang udah ngerencanain satu sekolah sama dia. Soalnya aku udah deket sama dia dari dulu.” Jawab Rafael.
“Tuh kan! Udah dibilang, Rafael itu nggak bisa deh jauh-jauh dari gue!” seri Dicky pede.
“Pertama sih gitu.” Lanjut Rafael. “Sekarang aku punya satu alasan lain lagi.”
“Alasan apa?” tanya Ika.
“Alasan apa?” tanya Ika.
“Emang kamu mau tau?”
“Ya, kalo boleh sih.” Jawab Ika.
“Kalo nggak gimana?” goda Rafael.
“Ya, udah. Aku nggak mungkin maksa kan?”
“Emang ada alasan lain apa sih, Raf?” Dicky ikutan bersemangat. “Kok gue nggak dikasih tau?”
“Rahasia.” Jawab Rafael simpel.
“Hahahaa..”
“Kalian beneran nggak cocok deh. Yang satu cool, yang lain norak.” Imbuh Rhey.
“Apaan sih? Gue ini keren, lagi. Kalo lo nggak percaya, ehm.. coba lo tanya Michel. Gue keren kan, michel??” tanya Dicky pada cewek di sebelahnya, yang dengan segera disambut anggukan si cewek.
“Yeee.. kalo kamu nanya Michel, ya sama aja boong dong!”
“Kok..?”
“Ya iyalah. Michel kan..” Rhey menghentikan kata-katanya. Ia hampir saja kelepasan bicara, untung kaki Michel menginjak *dengan sengaja* kakinya. “Eh, ya.. iyalah.. Michel kan satu kelas sama kamu. Dia pasti takut kamu apa-apain.” Rhey cepat-cepat cari alasan lain.
“Emang lo kira gue apaan? Gue kan nggak mungkin apa-apain Michel lah!” Dicky pura-pura marah.
“Hahahaa..”
“Ya, udah.. gue mau anter Rafael keliling sekolah dulu. Dia pengin banget nonton basket.” Kata Dicky pada akhirnya.
“Emang suka basket, Raf?” tanya Michel.
Rafael mengangguk, “Suka banget”
“Ayo, keburu bel nnih. Bye, ladies..!” Dicky dan Rafael meningalkan kantin.
“Lo udah kenal Rafael sebelum ini, Ka?” tanya Michel, setelah dua makhluk keren itu pergi.
Ika mengangguk. “Udah. Dia temen adiknya Vidky. Kemarin dia baru aja anter aku pulang.”
“Hah? Dianter pulang? Kok bisa? Jangan-jangan lo suka dia, ya?”
“Apaan sih, Michel? Ya, nggak lah! Emang kalo dianter pulang berarti aku suka, gitu?”
“Atau dia yang suka lo? Kan bisa aja, Ika!”
“Michel sayang, kalo masalah itu kamu tanya langsung aja sama orangnya. Kami baru kenal dua hari lalu, nggak mungkin dong langsung suka gitu aja.” Kata Ika.
“Mungkin aja, Ika. Love at first sight. Cinta pada pandangan pertama. Gimana?”
“Gimana apanya? Aku sih nggak ngerti. Selama ini belum ada cowok yang bisa bikin aku jatuh cinta, sekeren apa pun cowok itu.” Ujar Ika cepat.
Rhey tersenyum. Yang dikatakan Ika memang benar adanya. Selama ini cowok seganteng, sekeren, dan seterkenal apa pun nggak bakal bisa ngeluhin hati Ika. Sejak dulu Ika sudah terkenal. Tenu saja itu berkat anugerah Tuhan, yaitu kecantikan. Seiring kepopulerannya di kaum adam, semakin banyak juga di antara mereka yang harus menelan kepahitan karena ditolak. Jadi, adegan “antar pulang” yang terjadi kemarin cukup menggetarkan sejarah yang sudah dicatat Priyanka selama hidupnya.
“Priyanka, cinta nggak bisa ditebak. Kalo waktunya jatuh cinta, ya jatuh cinta aja, nggak usah di tutup-tutupin.”
“Rhey aku kan belum ada rasa sama dia. Apalagi cinta. Terlalu dini deh! Nggak usah mikir yang nggak-nggak dulu. Kalo orangnya tahu kan jadi nggak enak.” Jawab Ika.
“Ya sih. Terlalu cepat buat menyimpulkan. Aku suka tipe dia. Kayaknya dia cowok baik. Aku setuju kalo kamu sama dia.” Kata Rhey.
Ika dan Michel mengangguk. Seolah sama-sama mengakui pancaran pesona yang sudah ditebarkan rafael.
“Aku akui sih, nggak tahu kenapa aku ngerasa nyaman kalo sama dia. Ini untuk yang pertama kalinya aku rasa. Akan tetapi bukan berarti aku suka dia, kan?”
“He-eh. kalo nanti tiba-tiba kamu suka sama Rafael, jangan lupa bilang kita-kita ya. Kami berdua pasti bakal bantu kamu. Ika, Rafael kurang apa coba? Dia keren, ganteng, pokoknya nyaris sempurna deh.” Jawab Rhey.
“Ada kurangnya kok.” Elak Ika.
Tatapan kedua temannya seperti mengatakan “apa?”
“Kurang rasa suka dari aku.” Jawak Ika, sambil tertawa. “Kan, walau ganteng, keren, pinter, dan sebagainya, tapi kalo aku nggak suka juga percuma.”
“Yup.. yup. Yang sempurna itu Alex.”
“Ya.. ampun, Rheyna! Ternyata diam-diam kamu naksir kakakku,ya? Kok nggak ngomong dari dulu sih?” kata Ika. Ternyata Alex laris juga di kalangan adik kelas.
“Ya, nggak bisa dibilang naksir juga sih. Alex itu bener-bener nyais sempurna. Jadi, siapa coba cewek yang nggak suka sama dia?” jawab Rhey.
“Gue sih ngerasa dia biasa-biasa aja. Akan tetapi, cinta emang nggak Cuma dilihat dari tampang aja, kan?” kata Michel.
Rheyna menyetujui.
“Gue sih nggak naksir Alex! Gue udah terlanjur cinta mati sama Dicky.”
“Ya, ampun! Gini deh kalo ngomong sama kalian.”
“Hahaaa..”
“Dasar aneh.”
“Hahahaa..”
Sementara itu, di sisi lain gedung sekolah mereka.
“Alasan lo yang lain itu Ika, kan??” tanya Dicky pada Rafael yang duduk di sebelahnya.
“Masa ya?” Rafael menanggapi dengan enteng.
“Ya, alasan lo sekolah di sini. Lo bilang ada alasan lain selain gue, kan? Apa itu Ika?”
“Kenapa emangnya? Lo mau tau banget ya?”
“Ya, iyalah. Raf, gue gak mau lo mainin Ika ya.”
“Maksud lo? Mainin gimana?” tanya Rafael, tak mengerti ke mana arah pembicaraan Dicky.
“Lo tertarik sama Ika, kan? Itu kan yang juga jadi alasan lo pindah ke sini? Ayolah, gue tau lo, Dick.”
Rafael terdiam sebentar. Mencari jawabah yang tepat.
“Oke, gue emang tertarik sama Ika. Alasan kedua gue pindah ke sini biar gue bisa ketemu dia setiap hari. Itu bukan berarti gue mainin dia, kan?”
“Gue ngerti. Bukannya lo masih cinta mati sama Vita? Yang gue denger, dia pindah ke Aussie, ya?” tanya Dicky, menyebut nama cewek gebetan Rafael.
“Yup. Dia pindah ke Aussie sejak setahun yang lalu. Ya, kayak yang lo tau, dia belum jawab perasaan gue.” jawab Rafael. “Udahlah, nggak usah bicarain Vita lagi. Udah basi!”
“Sekarang lo berpaling ke Ika? Gini, Raf, gue nggak mau lo salah paham sama omongan gue. gue bener-bener nggak mau Ika lo anggap Cuma sebagai pelarian lo aja. Yang gue tau, lo tuh cintanya Cuma sama Vita. Jadi, menurut gue, lo jangan terlalu baik sama Ika deh. Gue nggak mau dia nanti sakit hati.”
“Lo kok perhatian banget sih sama dia?” tanya Rafael.
“Raf, gue suka sama dia. Lo tau kan? Gue suka sama Ika dari SD sampe sekarang. Lo tau, satu Jakarta udah gue puterin, nggak ada yang kayak Ika. Buat gue, dia itu istimewa!”
“Terlalu didramatisir! Walaupun bener sih, Priyanka emang istimewa.” Kata Rafael.
“Jadi..?”
“Gue nggak ngerti. Kalo gue suka sama Ika, itu artinya kita harus bersaing secara adil.” Kata Rafael tegas.
Dicky mengerti. Rupanya, sepupunya ini sudah mulai menyukai Ika. Tentu saja, itu membuatnya cemburu. Ia merasa, perasaan yang sudah terpuruk selama enam tahun lebih, disaingi dengan mudah oleh sepupunya. Somoga saja ini bukan hanya pelampiasan. Kalau Rafael berani mempermainkan Ika, Dicky nggak tau apa yang diperbuatnya pada Rafael
“Non, kamu tungguin aku bentar, ya? Aku masih ada latihan nih! Buat prom night. Kira-kira satu jam lagi selesai kok.” Kata Alex pada adiknya.
“Ehm, ya udah deh.” Kata Ika.
“Gimana, kali Priyanka gue yang ngater?” tiba-tiba Rafael sudah ada di belakang mereka, dan sepertinya ia mendengar pembicaraan kakak-beradik itu.
“Eh, Alex, ini Rafael. Sepupu Dicky.” Ika memperkenalkan Rafael.
“Nggak apa-apa kalo lo nganter Ika pulang?”
“Ya, nggak apa-apa lah. Pasti selamat!”
“Ya.. Udah, kamu ikut Rafael aja. Daripada kelamaan nunggu. Lagi pula, dia cakep banget. Kayak tipe kamu, ya?” kata Alex usil. Tentu saja, kalimat terakhir sengaja dipelankan hingga hanya Fey yang dapat mendengarnya.
“Apaan sih? Ngaco..”
“Oke.. Ati-ati ya.” Alex melempar senyum, dan meninggalkan Ika.
“Rumah kita sebetulnya nggak searah.” Kata Ika pada Rafael.
“Ya, nggak apa-apa, Ika. Aku seneng kok, ada yang nemenin aku. Jadi nggak kesepian deh!”
Ika tersenyum.
“Kalo gitu sering-sering aja ya Raf. Soalnya Alex sering banget telat pulang. Dua bulan lagi kan prom night. Jadi, dia sibuk latihan!” kata Ika bercanda. Mana mau lagi Rafael nganter dia pulang tiap hari. Bisa habis tuh bensin. Bensin sekarang mahal, kan?
“Dengan senang hati. Kalo bisa aku antar-jemput kamu setiap hari.” Kata Rafael sambil tersenyum.
“Eh! nggak-nggak! Aku Cuma bercanda kok.. nggak..”
“Haha.. nggak apa-apa lagi. Aku tambah seneng lagi.”
“Seneng kenapa??”
“Biar ada temennya. Haha..”
“Emang di rumah kamu nggak ada temen ya? Adek gitu??”
"aku anak tunggal.."
"Ohh.."
"Ohh.."
Percakapan dua remaja itu tidak berhenti sampai disitu saja. masih berkelanjutan sampai akhirnya mereka sampai di rumah Ika.
When I see your face
Cause not the thing that I would change
Cause girl your amazing
Just the way you are
Lagu Just The Way You Are dari Bruno Mars mengalun di kamar Ika. sementara itu, seorang cowok sedang berdiri di abang pintu kamar Ika. yap! Alex!
"Non, mau nanya nih.." katanya.
"Nanya apa?? Cepetan. Udah ngantuk nih." kata Ika.
"Rafael itu siapa??"
"Kan udah aku kenalin tadi. Dia temen adiknya Rico. Sekaligus sepupunya Dicky."
"Bukan.. Maksudku, kenapa dia mau nganterin kamu pulang??"
"Nggak tau.. Kamu tanya aja langsung sama dia. oh iya, nggak cuma itu, dia bakal anter jemput aku setiap hari. jadi nggak perlu nunggu kamu lagi."
"Jangan-jangan kamu suka ya sama Rafael??"
"Nggak lah. Orang baru kenal juga."
"Berarti, dia yang suka sama kamu.."
"Apaan sih?! UDah ah, sana. aku ngantuk mau bobok.."
"Iya iya ahh.. Met bobok adikku sayang.."
Seorang gadis sedang tidur pulas di ranjang yang serba merah muda.
sementara seorang cowok malah sedang bimbang, tidak bisa tidur. dan sedang memikirkan sesuatu.
Rafael.. Ya Rafael. dia sedang menatap foto seorang cewek berambut panjang sebahu. tersenyum, sambil memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Senyum dan tatapannya yang ramah membuat cewek itu terlihat baik. sangat baik malah.
Vita, nama cewek ramah itu. satu-satunya cewek yang dapat mencuri hati Rafael. cewek yang tak pernah dapat dia hapuskan dari pikirannya. Yang membuat dia tidak lagi memikirkan cewek-cewek lain selama satu tahun ini. Ya, mungkin lebih tepatnya, sampai saat dia bertemu Priyanka.
Priyanka. Mengapa rafael bisa sebaik itu dengan Ika? Apalagi ia tak terlalu mengenal cewek itu. Sebelumnya, ia tak pernah sebaik ini terhadap cewek. Apa ini tandanya ia bisa melupakan Vita??
To Be Continued
Thanks for reading =)
Gbu all
Tidak ada komentar:
Posting Komentar